Masuk ke toko buku, gatel deh..!
Hardcover itukan mahal, mending kalau isinya keren, coba yang asal, murahan, rugi banget tuh beli buku. Covernya sih keren tapi..
Kalau saya, beli buku itu mendingan beli isinya—kualitas tulisan—daripada beli kertas. Gak penting masalah kertas dan covernya, yang penting itu kualitas tulisannya, keren apa kacangan. Coba kita renungkan, membeli buku adalah sama dengan membayar penulis + membeli kertas plus cover + biaya produksi lainnya dan pajak. Membayar penulis dan biaya produksi lainnya dan pajak tidak bisa di tekan/diturunkan, hanya biaya kertas plus cover saja yang bisa ditekan, jadi akan semakin mahal saja harga sebuah buku jika biaya kertas dan covernya tinggi. Coba jika memakai kertas buram—doorslag misalnya, dengan cover yang sederhana—soft, bukan hard—mungkin biaya produksi dapat ditekan.
Memang, memakai hardcover dan kertas yang kualitasnya bagus (kertas putih 80 gram) itu membuat buku lebih awet. Sedangkan kertas buram dan softcover itu cepat lecek dan rusak. Tapi, tergantung pemakaiannya dong! Rajin apa jorok, iya kan? Daripada pakai hardcover dan kertas yang kualitasnya bagus mending pakai softcover dan kertas buram yang disampul plastik, lebih hemat.
Mungkin karena basic saya adalah dari keluarga menengah ke bawah, mata keranjang saya terhadap buku itu merupakan penyakit yang menyiksa.
Saya pernah menuntaskan rasa penasaran saya dengan membaca isi buku yang dicetak pada kertas putih 80 gram—kertas dengan kualitas bagus, ternyata isinya sama saja. Saya pikir hardcover dan kertas putih itu hanya politik dagang, agar menarik minat konsumen (marketable) dengan design cover dan kertas yang bagus, tapi tidak berpikir terhadap konsumen yang memikirkan efisiensi, yaitu efisiensi terhadap belanja dan terhadap penggunaan bahan-bahan yang berasal dari alam.
Darimana sih kertas itu? Pasti semua orang sudah tahu. Jika ada yang belum tahu atau masih samar akan saya bahas secara sekilas.
Kebutuhan kertas meliputi kertas budaya dan kertas industri. Yang termasuk kertas budaya misalnya kertas tulis, kertas cetak, kertas koran dan lainnya. Dan yang termasuk kertas industri misalnya kantong semem, kardus, tissue dan lainnya.
Bahan Baku Industri Pulp dan Kertas.
Bahan dasar pembuat kertas adalah selulosa, suatu produk fotosintesa tumbuh-tumbuhan yang berarti bahwa produksi kertas menggunakan bahan baku yang dapat diperbaharui. Selulosa ini adalah polisakarida (C6H10O6) yang berupa serat dan berwarna putih (n = 250 - 150).
Atas dasar kelarutannya dalam NaOH 17,5 %, dikenal tiga jenis selulosa yaitu:
- selulosa tidak larut dalam pelarut tersebut pada 20oC
selulosa larut dan mengendap lagi bila ditambah dengan asam
- selulosa larut dan mengendap bila ditambahkan alkohol
Bahan pembuat kertas adalah – Selulosa, sedangkan yang larut ( – Selulosa, – Selulosa, Pentosa, Heksona dan lainnya) disebut semi selulosa.
Sifat kimia dari selulosa sesuai dengan gugus aktif alkohol yang dimilikinya (dapat mengalami oksidasi) dan derajat polimerisasinya (panjang serat). Makin panjang rantai selulosa makin kuat dan tahan degradasi baik secara panas, kimia maupun biologis. Sedangkan sifat fisiknya tergantung dari dimensi serat (panjang rantai 500 – 1000 A, luas 9 A dan tebal 4,7 A), makin panjang rantai maka akan semakin kuat sifatnya.
Proses Pembuat Pulp
Pulping adalah proses untuk memisahkan serat selulosa dari pencampuran lignin dan pentosan serta mengubah bentuk dari bulk menjadi serat atau kumpulan kecil serat yang terpisah. Selulosa terdapat dalam tumbuh-tunbuhan yang bercampur dengan lignin, pentosan, gum, tanin dan lainnya.
Lignin adalah senyawa polimer tiga dimensi, tapi strukturnya belum diketahui, hanya diketahui memiliki cincin aromat dan berbagai macam rumus fungsional seperti hidroksil, karbonil, metoksil, sehingga mudah mengalami degradasi. Karena itulah selulosa harus bebas dari lignin supaya kualitas kertas yang bentuknya tidak berubah warna selama pemakaian.
Proses pembuat pulp dapat dibagi tiga, yaitu :
Cara Mekanis:
Cara mekanis (Ground Wood), kayu yang telah dikuliti seratnya dipisahkan secara mekanis sehingga sesuai untuk pembuatan kertas Koran, tissue dan lainnya, dimana kekuatan dan derajat putih kertasnya tidak diutamakan. Cara ini memberikan efisiensi perolehan serat hingga 95 %. Sehingga menurunkan biaya produksinya.
Proses Kimia:
Pada proses ini selulosa dipisahkan dari lignin dan bahan non selulosa lainnya dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Dengan cara ini diperoleh serat yang lebih putih tetapi yield pulp lebih kecil sekitar 65 – 85 %.
Produk pulp terutama digunakan untuk pembuatan kertas yang lebih kuat dan bersih serta dapat digunakan juga sebagai selulosa bahan penbuat rayon dan turunan selulosa lainnya. Dikenal proses yang bersifat basa (proses soda dan proses kraft) dan proses yang bersifat asam (proses sulfit, proses magnetic dan proses netral sulfat).
Pemilihan proses biasanya dilakukan didasarkan atas dasar bahan baku yang digunakan dan sifat pulp yang digunakan.
Proses Semi Kimia:
Pada proses semi kimia, bahan baku dilunakkan lebih dahulu dengan bahan kimia yang berupa larutan-larutan encer sulfit, sulfat atau soda, sehingga proses pemisahan serat selanjutnya dilakukan secara mekanis dan tidak memerlukan energi yang banyak.
Yield proses ini cukup tinggi 85 – 95 %, antara lain dikenal jenis proses soda dingin dan proses semi – ground wood.
Dalam pembuatan pulp di Indonesia banyak digunakan proses soda, dimana bahan kimia yang digunakan adalah NaOH (4 bagian) dan Na2CO3 (1 bagian). Pertimbangan dipilihnya proses ini karena hal-hal berikut:
Cocok untuk bahan baku serat pendek seperti jerami
Tidak menggunakan senyawa sulfur, sehingga mengurangi terjadinya polusi dan tidak perlu recovery bahan kimia dari limbah
Kapasitas ekonomisnya kecil 25 – 50 ton perhari dan ongkos operasinya murah
Nah, dari pulp inilah kertas dibuat. Pulp akan di cetak dan diproses sesuai dengan tujuan pembuatan kertas, apakah untuk kertas koran, hvs, kertas tisu atau lainnya.
Yang menjadi masalah adalah, pemanfaatan kayu bukan untuk kertas saja, tapi juga untuk keperluan lainnya, terutama untuk bangunan dan furniture. Untuk bangunan sendiri, seandainya belum ditemukan rangka atap dan jendela-pintu dari baja/alumunium, bisa dibayangkan bumi ini akan botak tak punya pohon. Mungkin saja Kebun Raya Bogor akan menjadi lapangan bola atau golf.
Jadi, sebagai orang yang mencintai buku yang berwawasan lingkungan (mencintai hutan), ceileeehh.. Mari bersama kita minimalisir pohon-pohon yang dijadikan kertas dan buku, kita reformasi tatanan kehutanan kita, karena hutan di negara ini sudah sedikit, hilang di kantong orang-orang tak beradab. Apakah kita juga sebagai manusia, atau orang-orang yang mencintai buku, hidup dari dan dengan buku, menjadi orang-orang tak beradab dengan menghamburkan kayu-kayu kita? Cukuplah kiranya jadi kutu buku daripada kutu hutan.
Hehehe.. Sekarang kalo masuk ke toko buku jadi gak gatel lagi, tapi seperti melihat ratusan pohon-pohon yang pindah dari habitat aslinya, dan jual tampang dipajang pada rak-rak dan etalase-etalase toko buku layaknya para peraga busana. [tac-2006, salah satu sumber diambil dari tugas mata kuliah proses industri kimia]
==================================
ketika dalama komunitas yang besar kamu tidak merasa puas, maka buatlah komunitas sendiri. jika itu hal yang baik pasti ada hal yang lebih baik, tapi yang penting adalah berani aja dulu..
tac_project adalah bad company in the community.
No comments:
Post a Comment