Tuesday, July 25, 2006

NOMAT
Oleh: TA Chandraz

Orang dengan T-Shrit Polo warna biru itu tertegun, duduk—menghimpitku—di bangku halte depan Ramayana. Mencoba mengamati gambar-gambar di baligo besar di sisi sebelah kanan atas halte. Gambar film yang akan diputar hari ini—yang terhalang oleh beberapa tiang dan gerobak-gerobak pedagang kaki lima yang menjajakan makanan di sekitar halte. Sementara di depannya, kesibukan terus berlanjut, kendaraan yang berlalu-lalang, angkutan umum yang menaikkan dan menurunkan penumpang, orang-orang yang datang dan pergi dengan keperluan masing-masing.
Laki-laki berperawakan sedang itu kemudian mengambil Hp, sepertinya mencoba menghubungi seseorang. Tak berhasil. Aku mencoba mengintip ke layar Hpnya, nama yang dihubungi sepertinya nama perempuan, nama yang sudah tak asing lagi bagiku. Dia lalu mencoba lagi, dilekatkan lagi Hpnya ke telinga kiri. Masih bersuara tulalit. Diapun mengurungkan niatnya, HP langsung dia masukkan kembali ke kantong depan sebelah kanan jeans birunya. Aku tahu, dia mau nonton film di Studio Twenty One. Aku lihat, filmnya lumayan bagus-bagus, ada Madagaskar, Batman Begins, Mr. & Mrs. Smith, pasti itu yang membuatnya pengen nonton. Aku juga tahu bahwa dia punya uang lebih, karena tadi dia mau ngajak temen perempuannya, tapi sepertinya ada masalah.
Setelah membuang segala gundahnya, pemuda pemilik HP Siemens C55 itu melangkah masuk ke Mall di sudut timur Cilegon tersebut, lewat pintu samping kanan mall, meniti tangga langsung menuju Studio Twenty One di lantai dua. Aku masih tetap setia di belakangnya. Sampai di dalam studio, dia menyapu pandang ke sekelilingnya lalu melihat-lihat poster-poster film yang dipajang pada tempat-tempatnya di dinding seputar ruang tunggu studio. Film apa ya yang harus ditonton..? sepertinya dia bingung. Mungkin ingin nonton semuanya, tapi uangnya.. heman!
Aku masih mengikuti gerak-geriknya. Bosan melihat gambar-gambar, dia duduk di kursi tunggu—selalu menghimpitku—memperhatikan orang yang main ding-dong, dan memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Wajahnya semakin murung.
Wah, jadi gak enak perasaan euy..! Ngiri!! Ketika melihat muda-mudi yang mau pada nonton. Wajah-wajah muda yang cantik, imut, kiyut, fresh, dan sebagainya berlalu-lalang. Nafas berat langsung terhembus. Huh, kapan kayak mereka..? (aku melirik mereka yang menggandeng cewek-cewek itu). Yah, walaupun tak ada lawan jenis yang menggandengnya, tetep saja mereka—cewek-cewek cakep—itu bawa teman atau rombongan. Sementara, orang yang selalu denganku.. Alone deh..!
Loket tiket sudah mulai dibuka, antrian juga sudah terbentuk. Nonton jangan, nonton jangan? sepertinya dia jadi pusing sendiri.. Tapi akhirnya dia menuju loket tiket. Studio 2, nonton Batman...
[***]
Jadi inget waktu dulu, pas nonton film apa ya.. oh, film Kungfu Hustle. Baru duduk di kursi dengan nomor yang sesuai dengan yang tertera pada tiket, eh, dia pengen buang air kecil. Ini nih, pasti dia kelupaan mengantisipasi... Setiap bubaran nonton, dia paling males keluar berdesakan, nyantai aja, gak pernah keluar pertama, gak pernah tahu caranya buka pintu. Jadi, ketika ingin kencing tersebut, dia harus buka pintu sendiri. Mahasiswa Fakultas Teknik UNTIRTA itu bingung cara buka pintunya kayak gimana.. Ada dua pintu keluar di dalam ruang studio, samping kiri-kanan layar pertunjukkan. Antara dua pintu itu dia bolak-balik, gak tau cara bukanya, sementara para penonton yang tengah duduk menonton pertunjukkkan aneh tersebut. Untung film belum diputar, he.. he.. Dari kampung mana sih? (sst.. bacanya jangan keras-keras.. takut kedenger sama dia..). Yap, akhirnya kebuka juga, sepertinya dia lega banget. Ternyata hanya tinggal menekan panelnya!
Kemudian dia langsung menuju toilet yang barusan keluar seorang laki-laki, sepi tapi aneh, sepertinya toilet laki-laki bukan kayak gini deh, kok gak ada urinalnya? Lalu ada seorang cewek keluar dari kamar mandi, dengan refleks dia langsung keluar toilet. Ternyata laki-laki yang barusan keluar itu hanya mengantar pacarnya. Setelah keluar dan menutup pintu dia sempatkan untuk melihat ke atas pintu toilet. Gambar kartun yang tubuhnya seperti piramida, melukiskan kefemalean. Dengan buru-buru dia masuk ke toilet satunya, dengan melihat tanda di atas pintu dulu tentunya. Memalukan!, pikirku.
Setelah selesai dengan hajatnya, masalahpun muncul lagi. Masuknya lagi gimana? Gak mungkin masuk lewat pintu tadi, panel pembukanya hanya di sebelah dalam, gak ada panel di sebelah luar. Dia merogoh saku, untung ada potongan tiket, so masuknya berarti harus dari pintu masuk lagi. Akhirnya, dia bisa duduk di tempatnya semula dan bisa nonton dengan tenang.
[***]
Waktu terus berlalu.. film Batman, seru euy..! Sudah sekitar dua jam, aku sudah merasa pengap. Saatnya untuk bubar, dia langsung menuju toilet—awas jangan sampai terulang lagi!. Ruang berAC selalu membuat dia beser. Sampai di dalam toliet—toilet laki-laki tentunya, bukan ke urinal, malah ke kamar kecil. Buang air kecil sih.. Setelah selesai, maksudnya sih nyiram, klik, dia menekan tombol penyiram, eh malah airnya mancer keluar kloset, kena ke celana, dia kaget, tapi basahnya di lutut! Yah lumayan dari pada basah di selangkangan... dia mengerutu, wajahnya mencerminkan itu.
Dengan perasaan tegang, lelaki berambut lurus itu keluar dari toilet, sial. Pasti dia bingung, harus bagaimana mengeringkannya. Sambil berjalan di lorong belakang studio, dia berpikir keras. Akhirnya dia menuju toko buku dengan segera, mencoba sembunyi di sela-sela rak buku, semua cover buku dia lihat. Mencari buku termurah untuk dia beli. Kemudian dia tertarik pada buku EYD, lumayan buat nambah ilmu menulis. Lama juga dia di toko buku, pokoknya sampai basah itu menjadi kering. Aku memperhatikan celana bagian lututnya yang tadi basah. Sudah kering.
Mungkin dia juga sadar, karena setelah memperhatikan ke arah lututnya dan meraba-rabanya, dia beranjak ke arah kasir dengan buku EYD di tangannya. Sambil menunggu antrian dia merogoh saku depan sebelah kanan celana jeansnya, menghitung uang ribuan untuk membayar buku bercover warna biru itu, sepertinya gak cukup. Pemuda berwajah pas-pasan yang selalu bersamaku ini lalu memasukkan uang itu kembali ke sakunya. Ketika giliran dia untuk membayar, dia menyodorkan buku tersebut ke kasir, kasirpun menerimanya, kemudian menscan label harga pada buku, yang secara otomatis akan memunculkan harga buku tersebut pada monitor komputer kasa.
Matanya yang agak sipit memperhatikan monitor kasa, melihat harga yang harus dia bayar. Diapun mengeluarkan aku dari saku belakang sebelah kanan celananya. Mengeluarkan satu lembar uang pecahan limapuluh ribuan dari tubuhku.
“Ada uang kecil?” Tanya kasir cantik dengan rambut diikat tunggal. Umurnya mungkin beda dua tahun lebih muda dari pemilikku.
“Ada, tapi kurang.” Jawabnya singkat sambil memasukkan aku kembali ke saku tempat asalku semula. Setelah selesai dengan urusan kembalian, dia berjalan keluar toko buku menuju tangga ke lantai bawah. Sambil jalan dia kembali mengeluarkan aku, memasukkan uang kembalian puluhan ke tubuhku dan memasukkan uang ribuan ke saku depan sebelah kanannya. Sampai di luar tempat belanja tersebut, orang yang selalu mengantongiku langsung menuju halte, menyetop kendaraan untuk pulang.
(cilegoncost,nov’05)

No comments: